Sabtu, 24 Januari 2015
I N I L A H K U B U R R A J A A B D U L L A H
Tak ada senjata tertembak ke langit, tak ada terompet dan nyanyian. Anda tak akan melihat ratapan dan suara gendang, tak pula rakyat yang ngalap berkah, tak pula seabrek bid'ah.
Tentu saja, dengan kekayaannya, sang raja sangat mampu membangun istana megah di kuburnya itu sebagai lambang keperkasaan, seperti kubur-kubur mewah di nusantara kita.
Tetapi tidak, biarlah sang raja yang telah menghafal al-Qur'an saat berumur 10 tahun dan menghafal matan kitab-kitab tauhid dan mutun ilmiah lainnya itu seperti rakyatnya di tempat dan tanah yang sama.
Tak ada semen, tak ada keramik-keramik mahal yang menyelimuti tanah gundukannya. Hanya dua papan kayu yang menghujam.
Tak ada nama dan tulisan bahwa kuburnya adalah kuburan seorang raja. Semua kuburan berbentuk dan berukuran sama. Tak ada pemakaman khusus. Semuanya sama disejajarkan dengan para rakyat jelatanya.
Sungguh, semuanya sunyi dari keharaman dan begitu sederhana untuk kuburan seorang pemimpin.
Terima kasih wahai pelayan kaum muslimin di seluruh dunia. Engkau berjasa dan di akhir hayatmu engkau telah mengajarkan sebuah kesederhanaan. . .
__
source: fb Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia
Fachriy Aboe Syazwiena
Foto: beberapa page timur tengah
Sabtu, 17 Januari 2015
PEMBAGIAN TAUHID MENJADI TIGA adalah TRINITAS?
Merupakan perkara yang konyol dan lucu adalah perkataan sebagian ASWAJA atau sebagian Jahmiyah bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga, (1) Tauhid Ar-Rububiyah, (2) Tauhid Al-'Uluhiyah/al-'Ubudiyah, dan (3) Tauhid al-Asmaa' wa as-Sifaat, adalah sama dengan aqidah TRINITAS kaum Nasrani yang meyakini Allah terdiri dari 3 oknum.
Yang lebih lucu lagi mereka masih terus menganggap bahwa pernyataan mereka ini adalah hujjah yang sangat kuat untuk membantah salafiyin, padahal ini adalah hujjah yang sangat konyol dan sangat…sangat…sangat…tidak nyambung. Apakah semua yang dibagi menjadi tiga sama dengan trinitas??. Akan tetapi begitulah sebagian ASWAJA yang mencari dalil apa saja yang penting bisa membantah salafiyin (Aswaja yang sesungguhnya) !!!
Pernyataan ini (bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan trinitas) digembar-gemborkan oleh seorang yang bernama Hasan 'Alawi As-Saqqoof, seorang pengikut faham Jahmiyah dalam kitabnya التَّنْدِيْدُ بِمَنْ عَدَّدَ التَّوْحِيْدَ، إِبْطَالُ مُحَاوَلَةِ التَّثْلِيْثِ فِي التَّوْحِيْدِ وَالْعَقِيْدَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ (artinya : Pengungkapan kebatilan orang yang membagi tauhid, pembatalan usaha trinitas dalam tauhid dan aqidah Islamiyah)
Yang lebih lucu lagi mereka masih terus menganggap bahwa pernyataan mereka ini adalah hujjah yang sangat kuat untuk membantah salafiyin, padahal ini adalah hujjah yang sangat konyol dan sangat…sangat…sangat…tidak nyambung. Apakah semua yang dibagi menjadi tiga sama dengan trinitas??. Akan tetapi begitulah sebagian ASWAJA yang mencari dalil apa saja yang penting bisa membantah salafiyin (Aswaja yang sesungguhnya) !!!
Pernyataan ini (bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan trinitas) digembar-gemborkan oleh seorang yang bernama Hasan 'Alawi As-Saqqoof, seorang pengikut faham Jahmiyah dalam kitabnya التَّنْدِيْدُ بِمَنْ عَدَّدَ التَّوْحِيْدَ، إِبْطَالُ مُحَاوَلَةِ التَّثْلِيْثِ فِي التَّوْحِيْدِ وَالْعَقِيْدَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ (artinya : Pengungkapan kebatilan orang yang membagi tauhid, pembatalan usaha trinitas dalam tauhid dan aqidah Islamiyah)
Beliau ini dikenal tukang dusta, terlalu banyak dusta yang ia sampaikan, bahkan berdusta dihadapan khalayak ramai (di stasiun televisi), silahkan baca (http://www.saaid.net/Doat/Zugail/303.htm), demikian juga tidak amanahnya Hasan As-Saqqoof terhadap kitab-kitab para ulama sebagaimana dibongkar oleh Muhammad Sa'id Al-Katsiiri dalam kitabnya عَبَثُ أَهْلِ الأَهْوَاءِ بِتُرَاثِ الأُمَّةِ وَوَقَيْعَتُهُمْ فِي عُلَمَائِنَا نَظْرَةٌ تَطْبِيْقِيَّةٌ فِي كُتُبِ حَسَن بْنِ عَلِي السَّقَّافِ (inti buku ini adalah menunjukkan contoh praktek-praktek nyata ketidakamanahan Hasan As-Saqqof terhadap buku-buku para ulama, dan sikapnya yang menjatuhkan para ulama : silahkan di download dihttp://ia700302.us.archive.org/22/items/waq85152/85152.pdf), buku ini diberi pengantar oleh Syaikh yang alim yang juga berasal dari satu suku dengan Hasan As-Saqqoof, yaitu syaikh yang bernama Abdul Qoodir 'Alawi As-Saqqoof hafizohulloh)
Adapun buku At-Tandiid tersebut maka telah dibantah secara khusus oleh Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr hafizohulloh dalam kitabnya الْقَوْلُ السَّدِيْدُ فِي الرَّدِّ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ تَقْسِيْمَ التَّوْحِيْدِ (yang artinya : Perkataan yang Tepat dalam Membantah Orang yang Mengingkari Pembagian Tauhid, silahkan didownload di http://ia701206.us.archive.org/24/items/waq34288/34288.pdf)
Untuk membantah hujjah konyol ini maka ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan :
PERTAMA : Maksud dari pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu mentauhidkan Allah dalam (1) Rububiyahnya, dalam (2) Uluhiyahnya, dan dalam (3) Asmaa dan SifaatNya.
- Tauhid ar-Rubuubiyah artinya Mengesakan Allah dalam hal penciptaan, pemilikan dan pengaturan. Yaitu meyakini bahwa Allah Maha Esa dan tidak ada dzat lain yang ikut nimbrung membantu Allah dalam hal penciptaan, penguasaan, dan pengaturan.
- Tauhid al-Uluhiyah : Mengesakan Allah dalam peribadatan hamba kepadaNya. Artinya Allah Maha Esa dalam penyembahan, maka tidak ada dzat lain yang boleh untuk ikut serta disembah disamping penyembahan terhadap Allah
- Tauhid al-Asmaa wa as-Sifaat : Mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifatnya. Artinya tidak ada dzat lain yang menyamai sifat-sifat Allah yang maha sempurna.
Jika kita bertanya kepada kaum muslimin secara umum tentang tiga makna tauhid di atas, maka secara umum tidak ada yang menolak, karena Allah memang Maha Esa dalam ketiga hal di atas. Lantas kenapa harus ada pengingkaran jika maknanya disetujui dan disepakati..??
KEDUA : Tauhid asalnya tidaklah diterima kecuali tauhid yang satu. Karena asalnya (1) Rob yang berhak disembah adalah (2) Rob yang maha Esa dalam penciptaan, dan juga (3) Maha sempurna sifat-sifatnya. Jika ada Rob yang tidak maha esa dalam penciptaan atau tidak sempurna sifat-sifatnya maka dia tidak berhak untuk disembah. Karenanya asalnya bahwa tauhid tidaklah menerima pembagian. Ketiga makna tauhid di atas harus terkumpulkan menjadi satu. Lantas kenapa ada pembagian??!!
Makhluklah (yaitu kaum musyrikin) yang telah melakukan pembagian, sehingga mereka hanya mengimani dan mengerjakan sebagian dari makna tauhid.
Allah berfirman :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam Keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)" (QS Yusuf : 106)
Para salaf dan para ahli tafsir telah sepakat bahwa makna ayat ini adalah kaum musyrikin arab mengakui dan mengimani bahwasanya Allah Maha Esa dalam penciptaan dan pengaturan, akan tetapi mereka berbuat kesyirikan dengan beribadah juga kepada selain Allah. (Silahkan baca kembali penjelasan panjang lebar disertai nukilan-nukilan dari salaf dan para mufassir di artikel ini "Persangkaan Abu Salafy Al-Majhuul Bahwasanya Kaum Musyrikin Arab Tidak Mengakui Rububiyyah Allah"
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum musyrikin Arablah yang membagi tauhid kepada Allah, sehingga hanya mengimani sebagian tauhid (yaitu tauhid rububiyah) dan berbuat syirik dalam tauhid al-uluhiyah.
Allah juga berfirman
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah) (QS Al-'Ankabuut : 65)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya dalam kondisi gawat kaum musyrikin mengesakan (tidak membagi) tauhid mereka sehingga ikhlas berdoa kepada Allah, akan tetapi tatkala mereka diselamatkan di daratan mereka kembali lagi melakukan pembagian tauhid dan menyimpang dalam tauhid al-uluhiyah.
Dan dalil-dalil yang menunjukkan akan keimanan kaum musyrikin terhadap tauhid ar-rububiyah sangatlah banyak, sebagaimana telah saya sampaikan pada link diatas.
Perhatikan : Syari'at tidak ingin tauhid dipisah-pisahkan, bahkan ingin agar tauhid merupakan seusatu yang satu kesatuan. Hanya saja timbul penyimpangan dari kaum musyrikin yang memecah dan membagi tauhid, dimana mereka beriman kepada sebagian makna tauhid dan mengingkari sebagian yang lain. Maka datanglah syari'at untuk meluruskan mereka sehingga menjelaskan dengan cara membagi antara keimanan mereka yang benar (tauhid ar-rububiyah) dan keimanan mereka yang salah dalam tauhid (yaitu tauhid al-uluhiyah). Sehingga sering kita dapati bahwasanya Al-Qur'an berhujjah dengan keimanan mereka terhadap tauhid ar-rububiyah agar mereka meluruskan tauhid mereka yang salah dalam tauhid al-uluhiyah. Seperti firman Allah
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqoroh : 21-22)
Dalam ayat ini Allah berhujjah dengan pengakuan kaum musyrikin dan keimanan mereka terhadap Rububiyah Allah agar mereka juga mentauhidkan Allah dalam uluhiyah/peribadatan.
Intinya : Pembagian tauhid nampak dan muncul pada makhluk lalu datanglah syari'at berusaha memperbaiki dan meluruskan pemahaman mereka yang keliru tentang tauhid. Jadilah timbul pembagian tauhid dalam syari'at yang memiliki 2 fungsi, (1) dalam rangka penjelasan dan (2) dalam rangka menjaga tauhid dari kesalahpahaman
KETIGA : Karenanya pembagian tauhid ini bukanlah penimbulan/pemunculan suatu makna baru yang tidak ada di zaman salaf, akan tetapi hanyalah pembaharuan dalam istilah atau metode penjelasan dan pemahaman. Karena kalau pembagian ini dikatakan bid'ah maka terlalu banyak penamaan dan pembagian yang kita hukumi sebagai bid'ah juga. Sebagai contoh misalnya pembagian para ulama bahwasanya hukum taklifi terbagi menjadi 5 (wajib, mustahab, mubah, makruh, dan haram). Tentunya pembagian ini tidak terdapat dalam pembicaraan sahabat. Akan tetapi setelah diteliti dalil-dalil yang ada jelas bahwa kesimpulan hukum-hukum taklifi tidaklah keluar dari 5 hukum tersebut.
KEEMPAT : Pembagian tauhid adalah perkara ijtihadiah, tergantung cara seorang mujtahid dalam meng "istiqroo' dalil-dalil, sehingga berkesimpulan bahwa tauhid terbagi menjadi berapa?.
Karenanya kita dapati :
- Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja, yaitu :تَوْحِيْدُ الْمَعْرِفَةِ وَالْإِثْبَاتِ dan تَوْحِيْدُ الطَّلَبِ وَالْقَصْدِ.
- Ada juga yang membagi dua dengan ibarat yang lain, yaitu : التَّوْحِيْدُ الْعِلْمِيِّ الْخَبَرِيِّ dan التَّوْحِيْدِ الطَّلَبِيِّ الإِرَادِيِّ
- Ada juga yang mengungkapkan dengan ibarat yang lain, yaitu : تَوْحِيْدُ الإِعْتِقَادِ dan تَوْحِيْدُ الْعَمَلِ
- Kita dapati juga ada sebagian orang yang membagi tauhid menjadi 4, seperti Ibnu Mandah yang membagi tauhid menjadi : (1) Tauhid Al-Uluhiyah, (2) Tauhid Ar-Tububiyah, (3) Tauhid al-Asmaa', dan (4) Tauhid As-Sifaat.
- Demikian juga ada yang membagi tauhid menjadi empat dengan menambahkan tauhid yang ke (4) Tauhid Al-Haakimiyah.
Yang menjadi permasalahan bukanlah pembagian, akan tetapi content/isi dan kandungan dari pembagian tersebut, apakah benar menurut syari'at atau tidak??!! Inilah yang menjadi permasalahan, bukan masalah pembagian tauhid menjadi dua atau tiga atau empat, atau lebih dari itu.
KELIMA : Ternyata kita dapati para ulama terdahulu –jauh sebelum Ibnu Taimiyyah- telah membagi tauhid menjadi tiga. Hal ini jelas membantah pernyataan mereka bahwa pembagian tauhid menjadi tiga adalah kreasi Ibnu Taimiyyah rahimahullah di abad ke 8 hijriyah. Syaikh Abdurrozzaq hafizohulloh telah menukil perkataan para ulama salaf jauh sebelum Ibnu Taimiyyah yang membagi tauhid menjadi tiga. Diantara para ulama tersebut adalah :
(1) Al-Imam Abu Abdillah 'Ubaidullahi bin Muhammad bin Batthoh al-'Akburi yang wafat pada tahun 387 H, dalam kitabnya Al-Ibaanah.
(2) Al-Imam Ibnu Mandah yang wafat pada tahun 395 Hijriyah dalam kitabnya "At-Tauhid".
(3) Al-Imam Abu Yusuf yang wafat pada tahun 182 H (silahkan merujuk kembali kitab al-qoul as-sadiid)
KEENAM : Ternyata kita juga dapati ahlul bid'ah juga telah membagi tauhid
Pertama : Kaum Asyaa'roh juga membagi tauhid menjadi 3, mereka menyatakan bahwa wahdaniah (keesaan) Allah mencakup tiga perkara, ungkapan mereka adalah:
إن الله واحد في ذاته لا قسيم له وواحد في صفاته لا نظير له، وواحد في أفعاله لا شريك له
"Sesungguhnya Allah (1) maha satu pada dzatnya maka tidak ada pembagian dalam dzatNya, (2) Maha esa pada sifat-sifatNya maka tidak ada yang menyerupai sifat-sifatnya, dan (3) Maha esa pada perbuatan-perbuatanNya maka tidak ada syarikat bagiNya.
Salah seorang ulama terkemukan dari Asyaa'iroh yang bernama Ibrahim Al-Laqqooni berkata :
"Keesaan (ketauhidan) Allah meliputi tiga perkara yang dinafikan :
… "Keesaan" dalam istilah kaum (Asyaa'iroh) adalah ungkapan dari tiga perkara yang dinafikan :
"(1) Dinafikannya berbilang dari Dzat Allah, artinya Dzat Allah tidak menerima pembagian….
(2) Dinafikannya sesuatu yang serupa dengan Allah, maksudnya tidak ada perbilangan dalam dzat atau salah satu sifat dari sifat-sifatNya…
(3) Dinafikannya penyamaan Allah dengan makhluk-makhluk yang baru…"
(Hidaayatul Muriid Li Jauharot At-Tauhiid, Ibraahim Al-Laqqooni. 1/336-338)
Ulama besar Asya'iroh yang lain yaitu Al-Baajuuri rahimahullah berkata :
"Kesimpulannya bawhasanya wahdaniah/keesaan/ketauhidan Allah yang mencakup (1) Keesaan pada Dzat, (2) Keesaan pada sifat-sifat Allah, dan (3) Keesaan pada perbuatan-perbuatanNya…"
(Hasyiat Al-Imam Al-Baijuuri 'alaa Jauharot At-Tauhiid, hal 114)
Kedua : Abu Hamid Al-Gozali menyatakan bahwa tauhid yang berkaitan dengan kaum muslimin ada 3 tingakatan, karena beliau membagi tauhid menjadi 4 tingkatan, dan tingkatan pertama adalah tingkatan tauhidnya orang-orang munafik.
Adapun tingkatan-tingakatan yang berikutnya :
(1) Tauhidul 'awaam تَوْحِيْدُ الْعَوَّام (Tauhidnya orang-orang awam)
(2) Tauhidul Khoosoh تَوْحِيْدُ الْخَاصَّةِ (Tauhidnya orang-orang khusus, مَقَامُ الْمُقَرّبِيْنَ) dan
(3) Tauhid Khoosotil Khooshoh تَوْحِيْدُ خَاصَّةِ الْخَاصَّةِ (Tauhidnya orang-orang super khusus مُشَاهَدَةُ الصِّدِّيْقِيْنَ)
Beliau rahimahullah berkata :
للتوحيد أربع مراتب ...
فالرتبة الأولى من التوحيد هي أن يقول الإنسان بلسانه لا إله إلا الله وقلبه غافل عنه أو منكر له كتوحيد المنافقين
"Tauhid memiliki 4 tingkatan…tingkatan pertama dari tauhid adalah seseorang mengucapkan dengan lisannya laa ilaah illallah akan tetapi hatinya lalai darinya atau mengingkarinya, sebagaimana tauhidnya orang-orang munafiq"
Lalu Al-Gozali menyebutkan 3 tingkatan tauhidnya kaum muslimin, ia berkata :
والثانية أن يصدق بمعنى اللفظ قلبه كما صدق به عموم المسلمين وهو اعتقاد العوام
(1) Yang kedua : Yaitu ia membenarkan makna lafal laa ilaaha illallahu dalam hatinya sebagaimana pembenaran orang-orang awam kaum muslimin, dan ini adalah aqidahnya orang-orang awam
والثالثة أن يشاهد ذلك بطريق الكشف بواسطة نور الحق وهو مقام المقربين وذلك بأن يرى أشياء كثيرة ولكن يراها على كثرتها صادرة عن الواحد القهار
(2) Yang Ketiga : Yaitu dengan metode Kasyf (pengungkapan) dengan perantara cahaya Allah, dan ini adalah orang-orang muqorrobin(yang didekatkan), yaitu jika ia melihat sesuatu yang banyak akan tetapi ia melihatnya –meskipun banyak- timbul dari dzat Yang Maha Satu Yang Maha Kuasa
والرابعة أن لا يرى في الوجود إلا واحدا وهي مشاهدة الصديقين وتسميه الصوفية الفناء في التوحيد لأنه من حيث لا يرى إلا واحدا فلا يرى نفسه أيضا وإذا لم ير نفسه لكونه مستغرقا بالتوحيد كان فانيا عن نفسه في توحيده بمعنى أنه فنى عن رؤية نفسه والخلق
(3) Yang Keempat : yaitu ia tidak melihat di alam wujud ini (alam nyata) ini kecuali hanya satu, dan ini adalah pengamatan orang-orang as-siddiqin. Dan kaum sufiah menamakannya al-fanaa dalam tauhid, karena ia tidaklah melihat kecuali satu, maka iapun bahkan tidak melihat dirinya sendiri. Dan jika ia tidak melihat dirinya dikarenakan tenggelam dalam tauhid maka ia telah sirna dari dirinya dalam mentauhidkan Allah, yaitu maknanya ia telah sirna tidak melihat dirinya dan tidak melihat makhluk" (Ihyaa 'Ulumiddiin 4/245)
KETUJUH :Ternyata sebagian ulama Ahlul Kalaam juga mengenal istilah tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah,
Abu Mansuur Al-Maturidi (pendiri madzhab Al-Maturidiyah, wafat 333 H) dalam kitabnya At-Tauhid beliau berkata :
(Kitaab At-Tauhid, Abu Manshuur Al-Maturidi, tahqiq : DR Muhammad Aruusi, Terbitan Daar Shoodir, Beirut, hal 86)
KEDELAPAN : Kenapa harus pengingkaran besar-besaran terhadap pembagian tauhid menjadi tiga?. Rahasianya karena pembagian ini menjelaskan akan bedanya antara tauhid Ar-Rububiyah dengan tauhid Al-Uluhiyah. Dan barangsiapa yang mengakui tauhid Ar-rububiyah akan tetapi beribadah kepada selain Allah maka ia adalah seorang musyrik. Inilah pembagian yang mereka ingkari, mereka hanya ingin pembicaraan tauhid hanya pada dua model tauhid saja, yaitu tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat.
Karena dengan dibedakannya antara tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah semakin memperjelas bahwa aqidah mereka tentang bolehnya berdoa kepada mayat-mayat penghuni kubur dan beristighotsah kepada para wali yang telah meninggal adalah kesyirikan yang nyata !!!
Mereka tidak mempermasalahkan jika seandainya tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid rububiyah dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat, karena dalam buku-buku aqidah mereka ternyata memfokuskan pembicaraan pada dua model tauhid ini. Jika kita setuju pembagian tauhid hanya dua saja, maka bisa saja dikatakan ini adalah dualisme ketuhanan, sebagaimana penyembah dua dewa atau dua tuhan, dan ini juga kesyirikan. Sebagaimana trinitas adalah kesyirikan demikian juga dualisme ketuhanan juga terlarang
KESEMBILAN : Pembicaraan kaum Asya'iroh hanya terfokus dalam masalah tauhid Ar-Rububiyah, bahwasanya Allahlah satu-satunya pencipta.
Hal ini sangat nampak dari sikap mereka berikut ini
- Sebagian ulama mereka menafsirkan laa ilaah illallah pada makna rububiyah لاَ قَادِرَ عَلَى الاِخْتِرَاعِ إِلاَّ اللهُ (Tidak ada yang mampu untuk menciptakan kecuali Allah).
Padahal yang benar dalam hal ism ahsan الله adalah bukanlah ism jamid (yaitu kata benda yang tidak berasal dari kata masdar yang bermakna), akan tetapi pendapat yang benar bawhasanya lafal الله adalah ism musytaq berasal dari kata الإله yang artinya المألوه (sebagaimana كتاب yang bermakna مكتوب), dan المألوه maknanya adalah المعبود "yang di sembah". Sehingga makna yang benar dari laa ilaah illallah adalah "Tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allah"
- Kita dapati kaum asyairoh dalam buku-buku aqidah mereka menyatakan bahwa أَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْمُكَلَّفِ هُوَ النَّظْرُ (Yang pertama wajib bagi seorang mukallaf adalah pengamatan untuk meyakini adanya pencipta). Sehingga konsentrasi mereka adalah tentang penetapan akan adanya Tuhan Pencipta Yang Maha Esa dalam Penciptaan
Akibat dari salah penafsiran tentang laa ilaaha illahllahu ini akhirnya seseorang yang beristighotsah dan berdoa kepada selain Allah tidaklah terjerumus dalam kemusyrikan selama meyakini bahwa pencipta satu-satunya adalah Allah.
Karenanya kita dapati sebagian orang alim mereka (sebagian kiyai) terjerumus dalam kesyirikan atau membolehkan kesyirikan. Menurut mereka hal-hal berikut bukanlah kesyirikan :
- Berdoa kepada mayat, meminta pertolongan dan beristighotsah kepada mayat bukanlah kesyirikan, selama meyakini bahwa mayat-mayat tersebut hanyalah sebab dan Allahlah satu-satunya yang menolong
- Jimat-jimat bukanlah kesyirikan selama meyakini itu hanyalah sebab, dan yang menentukan hanyalah Allah. Karenanya kita dapati sebagian kiyai menjual jimat-jimat
- Bahkan kita dapati sebagian kiyai mengajarkan ilmu-ilmu kanuragan atau ilmu-ilmu sihir. Karena selama meyakini itu hanyalah sebab dan Allah yang merupakan sumber kekuatan maka hal ini bukanlah kesyirikan.
- Sebagian mereka juga membolehkan memberikan sesajen atau tumbal kepada lumpur lapindo atau kepada gunung yang akan meletus, karena menurut mereka hal itu bukanlah bentuk kesyirikan kepada Allah.
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 03-04-1434 H / 15 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Adapun buku At-Tandiid tersebut maka telah dibantah secara khusus oleh Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr hafizohulloh dalam kitabnya الْقَوْلُ السَّدِيْدُ فِي الرَّدِّ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ تَقْسِيْمَ التَّوْحِيْدِ (yang artinya : Perkataan yang Tepat dalam Membantah Orang yang Mengingkari Pembagian Tauhid, silahkan didownload di http://ia701206.us.archive.org/24/items/waq34288/34288.pdf)
Untuk membantah hujjah konyol ini maka ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan :
PERTAMA : Maksud dari pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu mentauhidkan Allah dalam (1) Rububiyahnya, dalam (2) Uluhiyahnya, dan dalam (3) Asmaa dan SifaatNya.
- Tauhid ar-Rubuubiyah artinya Mengesakan Allah dalam hal penciptaan, pemilikan dan pengaturan. Yaitu meyakini bahwa Allah Maha Esa dan tidak ada dzat lain yang ikut nimbrung membantu Allah dalam hal penciptaan, penguasaan, dan pengaturan.
- Tauhid al-Uluhiyah : Mengesakan Allah dalam peribadatan hamba kepadaNya. Artinya Allah Maha Esa dalam penyembahan, maka tidak ada dzat lain yang boleh untuk ikut serta disembah disamping penyembahan terhadap Allah
- Tauhid al-Asmaa wa as-Sifaat : Mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifatnya. Artinya tidak ada dzat lain yang menyamai sifat-sifat Allah yang maha sempurna.
Jika kita bertanya kepada kaum muslimin secara umum tentang tiga makna tauhid di atas, maka secara umum tidak ada yang menolak, karena Allah memang Maha Esa dalam ketiga hal di atas. Lantas kenapa harus ada pengingkaran jika maknanya disetujui dan disepakati..??
KEDUA : Tauhid asalnya tidaklah diterima kecuali tauhid yang satu. Karena asalnya (1) Rob yang berhak disembah adalah (2) Rob yang maha Esa dalam penciptaan, dan juga (3) Maha sempurna sifat-sifatnya. Jika ada Rob yang tidak maha esa dalam penciptaan atau tidak sempurna sifat-sifatnya maka dia tidak berhak untuk disembah. Karenanya asalnya bahwa tauhid tidaklah menerima pembagian. Ketiga makna tauhid di atas harus terkumpulkan menjadi satu. Lantas kenapa ada pembagian??!!
Makhluklah (yaitu kaum musyrikin) yang telah melakukan pembagian, sehingga mereka hanya mengimani dan mengerjakan sebagian dari makna tauhid.
Allah berfirman :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam Keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)" (QS Yusuf : 106)
Para salaf dan para ahli tafsir telah sepakat bahwa makna ayat ini adalah kaum musyrikin arab mengakui dan mengimani bahwasanya Allah Maha Esa dalam penciptaan dan pengaturan, akan tetapi mereka berbuat kesyirikan dengan beribadah juga kepada selain Allah. (Silahkan baca kembali penjelasan panjang lebar disertai nukilan-nukilan dari salaf dan para mufassir di artikel ini "Persangkaan Abu Salafy Al-Majhuul Bahwasanya Kaum Musyrikin Arab Tidak Mengakui Rububiyyah Allah"
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum musyrikin Arablah yang membagi tauhid kepada Allah, sehingga hanya mengimani sebagian tauhid (yaitu tauhid rububiyah) dan berbuat syirik dalam tauhid al-uluhiyah.
Allah juga berfirman
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah) (QS Al-'Ankabuut : 65)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya dalam kondisi gawat kaum musyrikin mengesakan (tidak membagi) tauhid mereka sehingga ikhlas berdoa kepada Allah, akan tetapi tatkala mereka diselamatkan di daratan mereka kembali lagi melakukan pembagian tauhid dan menyimpang dalam tauhid al-uluhiyah.
Dan dalil-dalil yang menunjukkan akan keimanan kaum musyrikin terhadap tauhid ar-rububiyah sangatlah banyak, sebagaimana telah saya sampaikan pada link diatas.
Perhatikan : Syari'at tidak ingin tauhid dipisah-pisahkan, bahkan ingin agar tauhid merupakan seusatu yang satu kesatuan. Hanya saja timbul penyimpangan dari kaum musyrikin yang memecah dan membagi tauhid, dimana mereka beriman kepada sebagian makna tauhid dan mengingkari sebagian yang lain. Maka datanglah syari'at untuk meluruskan mereka sehingga menjelaskan dengan cara membagi antara keimanan mereka yang benar (tauhid ar-rububiyah) dan keimanan mereka yang salah dalam tauhid (yaitu tauhid al-uluhiyah). Sehingga sering kita dapati bahwasanya Al-Qur'an berhujjah dengan keimanan mereka terhadap tauhid ar-rububiyah agar mereka meluruskan tauhid mereka yang salah dalam tauhid al-uluhiyah. Seperti firman Allah
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqoroh : 21-22)
Dalam ayat ini Allah berhujjah dengan pengakuan kaum musyrikin dan keimanan mereka terhadap Rububiyah Allah agar mereka juga mentauhidkan Allah dalam uluhiyah/peribadatan.
Intinya : Pembagian tauhid nampak dan muncul pada makhluk lalu datanglah syari'at berusaha memperbaiki dan meluruskan pemahaman mereka yang keliru tentang tauhid. Jadilah timbul pembagian tauhid dalam syari'at yang memiliki 2 fungsi, (1) dalam rangka penjelasan dan (2) dalam rangka menjaga tauhid dari kesalahpahaman
KETIGA : Karenanya pembagian tauhid ini bukanlah penimbulan/pemunculan suatu makna baru yang tidak ada di zaman salaf, akan tetapi hanyalah pembaharuan dalam istilah atau metode penjelasan dan pemahaman. Karena kalau pembagian ini dikatakan bid'ah maka terlalu banyak penamaan dan pembagian yang kita hukumi sebagai bid'ah juga. Sebagai contoh misalnya pembagian para ulama bahwasanya hukum taklifi terbagi menjadi 5 (wajib, mustahab, mubah, makruh, dan haram). Tentunya pembagian ini tidak terdapat dalam pembicaraan sahabat. Akan tetapi setelah diteliti dalil-dalil yang ada jelas bahwa kesimpulan hukum-hukum taklifi tidaklah keluar dari 5 hukum tersebut.
KEEMPAT : Pembagian tauhid adalah perkara ijtihadiah, tergantung cara seorang mujtahid dalam meng "istiqroo' dalil-dalil, sehingga berkesimpulan bahwa tauhid terbagi menjadi berapa?.
Karenanya kita dapati :
- Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja, yaitu :تَوْحِيْدُ الْمَعْرِفَةِ وَالْإِثْبَاتِ dan تَوْحِيْدُ الطَّلَبِ وَالْقَصْدِ.
- Ada juga yang membagi dua dengan ibarat yang lain, yaitu : التَّوْحِيْدُ الْعِلْمِيِّ الْخَبَرِيِّ dan التَّوْحِيْدِ الطَّلَبِيِّ الإِرَادِيِّ
- Ada juga yang mengungkapkan dengan ibarat yang lain, yaitu : تَوْحِيْدُ الإِعْتِقَادِ dan تَوْحِيْدُ الْعَمَلِ
- Kita dapati juga ada sebagian orang yang membagi tauhid menjadi 4, seperti Ibnu Mandah yang membagi tauhid menjadi : (1) Tauhid Al-Uluhiyah, (2) Tauhid Ar-Tububiyah, (3) Tauhid al-Asmaa', dan (4) Tauhid As-Sifaat.
- Demikian juga ada yang membagi tauhid menjadi empat dengan menambahkan tauhid yang ke (4) Tauhid Al-Haakimiyah.
Yang menjadi permasalahan bukanlah pembagian, akan tetapi content/isi dan kandungan dari pembagian tersebut, apakah benar menurut syari'at atau tidak??!! Inilah yang menjadi permasalahan, bukan masalah pembagian tauhid menjadi dua atau tiga atau empat, atau lebih dari itu.
KELIMA : Ternyata kita dapati para ulama terdahulu –jauh sebelum Ibnu Taimiyyah- telah membagi tauhid menjadi tiga. Hal ini jelas membantah pernyataan mereka bahwa pembagian tauhid menjadi tiga adalah kreasi Ibnu Taimiyyah rahimahullah di abad ke 8 hijriyah. Syaikh Abdurrozzaq hafizohulloh telah menukil perkataan para ulama salaf jauh sebelum Ibnu Taimiyyah yang membagi tauhid menjadi tiga. Diantara para ulama tersebut adalah :
(1) Al-Imam Abu Abdillah 'Ubaidullahi bin Muhammad bin Batthoh al-'Akburi yang wafat pada tahun 387 H, dalam kitabnya Al-Ibaanah.
(2) Al-Imam Ibnu Mandah yang wafat pada tahun 395 Hijriyah dalam kitabnya "At-Tauhid".
(3) Al-Imam Abu Yusuf yang wafat pada tahun 182 H (silahkan merujuk kembali kitab al-qoul as-sadiid)
KEENAM : Ternyata kita juga dapati ahlul bid'ah juga telah membagi tauhid
Pertama : Kaum Asyaa'roh juga membagi tauhid menjadi 3, mereka menyatakan bahwa wahdaniah (keesaan) Allah mencakup tiga perkara, ungkapan mereka adalah:
إن الله واحد في ذاته لا قسيم له وواحد في صفاته لا نظير له، وواحد في أفعاله لا شريك له
"Sesungguhnya Allah (1) maha satu pada dzatnya maka tidak ada pembagian dalam dzatNya, (2) Maha esa pada sifat-sifatNya maka tidak ada yang menyerupai sifat-sifatnya, dan (3) Maha esa pada perbuatan-perbuatanNya maka tidak ada syarikat bagiNya.
Salah seorang ulama terkemukan dari Asyaa'iroh yang bernama Ibrahim Al-Laqqooni berkata :
"Keesaan (ketauhidan) Allah meliputi tiga perkara yang dinafikan :
… "Keesaan" dalam istilah kaum (Asyaa'iroh) adalah ungkapan dari tiga perkara yang dinafikan :
"(1) Dinafikannya berbilang dari Dzat Allah, artinya Dzat Allah tidak menerima pembagian….
(2) Dinafikannya sesuatu yang serupa dengan Allah, maksudnya tidak ada perbilangan dalam dzat atau salah satu sifat dari sifat-sifatNya…
(3) Dinafikannya penyamaan Allah dengan makhluk-makhluk yang baru…"
(Hidaayatul Muriid Li Jauharot At-Tauhiid, Ibraahim Al-Laqqooni. 1/336-338)
Ulama besar Asya'iroh yang lain yaitu Al-Baajuuri rahimahullah berkata :
"Kesimpulannya bawhasanya wahdaniah/keesaan/ketauhidan Allah yang mencakup (1) Keesaan pada Dzat, (2) Keesaan pada sifat-sifat Allah, dan (3) Keesaan pada perbuatan-perbuatanNya…"
(Hasyiat Al-Imam Al-Baijuuri 'alaa Jauharot At-Tauhiid, hal 114)
Kedua : Abu Hamid Al-Gozali menyatakan bahwa tauhid yang berkaitan dengan kaum muslimin ada 3 tingakatan, karena beliau membagi tauhid menjadi 4 tingkatan, dan tingkatan pertama adalah tingkatan tauhidnya orang-orang munafik.
Adapun tingkatan-tingakatan yang berikutnya :
(1) Tauhidul 'awaam تَوْحِيْدُ الْعَوَّام (Tauhidnya orang-orang awam)
(2) Tauhidul Khoosoh تَوْحِيْدُ الْخَاصَّةِ (Tauhidnya orang-orang khusus, مَقَامُ الْمُقَرّبِيْنَ) dan
(3) Tauhid Khoosotil Khooshoh تَوْحِيْدُ خَاصَّةِ الْخَاصَّةِ (Tauhidnya orang-orang super khusus مُشَاهَدَةُ الصِّدِّيْقِيْنَ)
Beliau rahimahullah berkata :
للتوحيد أربع مراتب ...
فالرتبة الأولى من التوحيد هي أن يقول الإنسان بلسانه لا إله إلا الله وقلبه غافل عنه أو منكر له كتوحيد المنافقين
"Tauhid memiliki 4 tingkatan…tingkatan pertama dari tauhid adalah seseorang mengucapkan dengan lisannya laa ilaah illallah akan tetapi hatinya lalai darinya atau mengingkarinya, sebagaimana tauhidnya orang-orang munafiq"
Lalu Al-Gozali menyebutkan 3 tingkatan tauhidnya kaum muslimin, ia berkata :
والثانية أن يصدق بمعنى اللفظ قلبه كما صدق به عموم المسلمين وهو اعتقاد العوام
(1) Yang kedua : Yaitu ia membenarkan makna lafal laa ilaaha illallahu dalam hatinya sebagaimana pembenaran orang-orang awam kaum muslimin, dan ini adalah aqidahnya orang-orang awam
والثالثة أن يشاهد ذلك بطريق الكشف بواسطة نور الحق وهو مقام المقربين وذلك بأن يرى أشياء كثيرة ولكن يراها على كثرتها صادرة عن الواحد القهار
(2) Yang Ketiga : Yaitu dengan metode Kasyf (pengungkapan) dengan perantara cahaya Allah, dan ini adalah orang-orang muqorrobin(yang didekatkan), yaitu jika ia melihat sesuatu yang banyak akan tetapi ia melihatnya –meskipun banyak- timbul dari dzat Yang Maha Satu Yang Maha Kuasa
والرابعة أن لا يرى في الوجود إلا واحدا وهي مشاهدة الصديقين وتسميه الصوفية الفناء في التوحيد لأنه من حيث لا يرى إلا واحدا فلا يرى نفسه أيضا وإذا لم ير نفسه لكونه مستغرقا بالتوحيد كان فانيا عن نفسه في توحيده بمعنى أنه فنى عن رؤية نفسه والخلق
(3) Yang Keempat : yaitu ia tidak melihat di alam wujud ini (alam nyata) ini kecuali hanya satu, dan ini adalah pengamatan orang-orang as-siddiqin. Dan kaum sufiah menamakannya al-fanaa dalam tauhid, karena ia tidaklah melihat kecuali satu, maka iapun bahkan tidak melihat dirinya sendiri. Dan jika ia tidak melihat dirinya dikarenakan tenggelam dalam tauhid maka ia telah sirna dari dirinya dalam mentauhidkan Allah, yaitu maknanya ia telah sirna tidak melihat dirinya dan tidak melihat makhluk" (Ihyaa 'Ulumiddiin 4/245)
KETUJUH :Ternyata sebagian ulama Ahlul Kalaam juga mengenal istilah tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah,
Abu Mansuur Al-Maturidi (pendiri madzhab Al-Maturidiyah, wafat 333 H) dalam kitabnya At-Tauhid beliau berkata :
(Kitaab At-Tauhid, Abu Manshuur Al-Maturidi, tahqiq : DR Muhammad Aruusi, Terbitan Daar Shoodir, Beirut, hal 86)
KEDELAPAN : Kenapa harus pengingkaran besar-besaran terhadap pembagian tauhid menjadi tiga?. Rahasianya karena pembagian ini menjelaskan akan bedanya antara tauhid Ar-Rububiyah dengan tauhid Al-Uluhiyah. Dan barangsiapa yang mengakui tauhid Ar-rububiyah akan tetapi beribadah kepada selain Allah maka ia adalah seorang musyrik. Inilah pembagian yang mereka ingkari, mereka hanya ingin pembicaraan tauhid hanya pada dua model tauhid saja, yaitu tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat.
Karena dengan dibedakannya antara tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah semakin memperjelas bahwa aqidah mereka tentang bolehnya berdoa kepada mayat-mayat penghuni kubur dan beristighotsah kepada para wali yang telah meninggal adalah kesyirikan yang nyata !!!
Mereka tidak mempermasalahkan jika seandainya tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid rububiyah dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat, karena dalam buku-buku aqidah mereka ternyata memfokuskan pembicaraan pada dua model tauhid ini. Jika kita setuju pembagian tauhid hanya dua saja, maka bisa saja dikatakan ini adalah dualisme ketuhanan, sebagaimana penyembah dua dewa atau dua tuhan, dan ini juga kesyirikan. Sebagaimana trinitas adalah kesyirikan demikian juga dualisme ketuhanan juga terlarang
KESEMBILAN : Pembicaraan kaum Asya'iroh hanya terfokus dalam masalah tauhid Ar-Rububiyah, bahwasanya Allahlah satu-satunya pencipta.
Hal ini sangat nampak dari sikap mereka berikut ini
- Sebagian ulama mereka menafsirkan laa ilaah illallah pada makna rububiyah لاَ قَادِرَ عَلَى الاِخْتِرَاعِ إِلاَّ اللهُ (Tidak ada yang mampu untuk menciptakan kecuali Allah).
Padahal yang benar dalam hal ism ahsan الله adalah bukanlah ism jamid (yaitu kata benda yang tidak berasal dari kata masdar yang bermakna), akan tetapi pendapat yang benar bawhasanya lafal الله adalah ism musytaq berasal dari kata الإله yang artinya المألوه (sebagaimana كتاب yang bermakna مكتوب), dan المألوه maknanya adalah المعبود "yang di sembah". Sehingga makna yang benar dari laa ilaah illallah adalah "Tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allah"
- Kita dapati kaum asyairoh dalam buku-buku aqidah mereka menyatakan bahwa أَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْمُكَلَّفِ هُوَ النَّظْرُ (Yang pertama wajib bagi seorang mukallaf adalah pengamatan untuk meyakini adanya pencipta). Sehingga konsentrasi mereka adalah tentang penetapan akan adanya Tuhan Pencipta Yang Maha Esa dalam Penciptaan
Akibat dari salah penafsiran tentang laa ilaaha illahllahu ini akhirnya seseorang yang beristighotsah dan berdoa kepada selain Allah tidaklah terjerumus dalam kemusyrikan selama meyakini bahwa pencipta satu-satunya adalah Allah.
Karenanya kita dapati sebagian orang alim mereka (sebagian kiyai) terjerumus dalam kesyirikan atau membolehkan kesyirikan. Menurut mereka hal-hal berikut bukanlah kesyirikan :
- Berdoa kepada mayat, meminta pertolongan dan beristighotsah kepada mayat bukanlah kesyirikan, selama meyakini bahwa mayat-mayat tersebut hanyalah sebab dan Allahlah satu-satunya yang menolong
- Jimat-jimat bukanlah kesyirikan selama meyakini itu hanyalah sebab, dan yang menentukan hanyalah Allah. Karenanya kita dapati sebagian kiyai menjual jimat-jimat
- Bahkan kita dapati sebagian kiyai mengajarkan ilmu-ilmu kanuragan atau ilmu-ilmu sihir. Karena selama meyakini itu hanyalah sebab dan Allah yang merupakan sumber kekuatan maka hal ini bukanlah kesyirikan.
- Sebagian mereka juga membolehkan memberikan sesajen atau tumbal kepada lumpur lapindo atau kepada gunung yang akan meletus, karena menurut mereka hal itu bukanlah bentuk kesyirikan kepada Allah.
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 03-04-1434 H / 15 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Jumat, 09 Januari 2015
PENYEBARAN ISLAM SETELAH KHULAFAUR RASYIDIN (BANI UMAYYAH)
Masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Kelompok pendukung Ali mengangkat Hasan bin Ali untuk menjadi khalifah. Kelompok pendukung Mu’awiyah mengangkat Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Sebagai khalifah Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah sehingga kekhalifahan dipegang oleh Bani Umayyah dengan nantinya setelah Mu’awiyah meninggal, pemerintahan akan dikembalikan kepada umat islam. Akan tetapi, perjanjian ini tidak pernah diwujudkan dan dengan diangkatnya Mu’awiyah sebagai khalifah, berdirilah Kerajaan Bani Umayyah. Pendiri Kerajaan Umayyah adalah Mu’awiyah bin abu Sufyan.
Nama Umayyah merupakan nama kakek kedua dari Mu’awiyah yang bernama Umayyah bin Abdus Syam. Pergantian kepemimpinan Kerajaan Umayyah berdasarkan keturunan. Hal ini berbeda dengan zaman Khulafaur Rasyidin yang dipilih langsung rakyat.
Perjalanan Kerajaan Umayyah
Daulah Umayyah memegang tampuk kekhalifahan selama dua periode, di Suriahhampir satu abad, yaitu sejak 30-132 H atau 660-750 M dan di Spanyol selama 275 tahun, yaitu 756-1031 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa Daulah Umayyah telah memasuki benua Eropa bahkan telah mencapai wilayah Byzantium.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah dilakukan berbagai perubahan dalam pemerintahan. Mengingat berbagai pengamalannya yang pernah menjadi Gubernur di Syam, Mu’awiyah melakukan perubahan pemerintahan, yaitu membentuk jawatan perhubungan (jawatan pos) dan jawatan pendaftaran. Mu’awiyah menduduki jabatan sebagai Khalifah selama hampir 20 tahun.
Para Khalifah pada masa Bani Umayyah, antara lain:
a. Mu’awiyah bin Abu Sufyan
b. Yazid bin Mu’awiyah
c. Mu’awiyah binYazid
d. Marwan bin Hakam
e. Abdul Malik bin Marwan
f. AL-Walid bin Abdul Malik
g. Sulaiman bin Abdul Malik
h. Umar bin Abdul Azis
i. Yazid bin Abdul Malik
j. Hisyam bin Abdul Malik
Sepeninggal Mu’awiyah, pemerintahan dipegang oleh Yazid bin Mu’awiyah. Pada masa pemerintahannya, prinsip musyawarah yang telah dicanangkan oleh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin mulai bergeser ke bentuk monarki absolut.
Artinya, pemimpin merupakan raja yang diangkat secara turun-temurun. Akan tetapi, raja-rajanya masih menggunakan gelar khalifah. pemerintahan Yazid diwarnai oleh berbagai pergolakan politik. Hal ini semakin memuncak setelah terbunuhnya cucu Rasulullah SAW, yaitu Husain bin Ali.
Setelah Yazid wafat, pemerintahan digantikan oleh Mu’awiyah II. Namun, Mu’awiyah II tidak sanggup memerintah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Marwan bin Hakam. Akan tetapi, Marwan hanya memerintah selama 9 bulan dan mengundurkan diri karena tidak bisa menghadapi pergolakan politik yang terjadi, sampai akhirnya suasana kerajaan bisa dipulihkan setelah Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah.
Masa kejayaan Bani Umayyah dimulai ketika Abdul Malik bin Marwan memerintah 66-86 H Atau 685-705 M. Berbagai kemajuan dilakukan Abdul Malik , diantaranya:
a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
b. Mendirikan Balai kesehatan untuk rakyat.
c. Mendirikan Masjid di Damaskus.
Kejayaan Kerajaan Umayyah semakin menonjol setelah diperintahkan Al-Walid binAbdul Malik, yaitu tahun 86-96 H atau 705-715 M. Pada masanya, kerajaan Umayyah mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam sampai ke India, Afrika Utara, hinggaMaroko, dan Andalusia. Pada masa ini perluasan wilayah Islam meliputi sebagai berikut:
a. Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi Ibukota Konstantinopel serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
b. Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal tarik (Selat Gibraltar).
c. Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria).
Ketika kekuasaan Islam berada di tangan kerajaan Bani Umayyah, seni bangunan, misalnya bangunan Qubatus Sarkah di Yerussalem dan bangunan Masjid Nabawiyah di Madinah dapat mencapai ketinggian melampaui batas seni bangun Gothik di Eropa. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan pun tidak ketinggalan. Misalnya, bidang–bidang kedokteran, filsafat, kimia, astronomi, dan ilmu ukur berkembang dengan sangat pesat.
Keruntuhan Kerajaan Umayyah
Masa kejayaan Bani Umayyah mulai menurun. Ada beberapa kelemahan yang menjadi suramnya kekuasaan Bani Umayyah, di antaranya:
a. Mulai hilangnya persatuan Islam yang dibina sejak zaman Rasulullah.
b. Orang mulai mementingkan dunia dan mengabaikan urusan agama
c. Menghilangnya demokrasi Islam dan mulainya penggunaan Monarki absolut
d. Adanya pemberontakan dari Kaum Hawarij, Syiah dan Bani Abbas.
Khalifah terakhir dari Bani Umayyah bernama Marwan bin Muhammad. Ia tidak mampu lagi menghadapi gerakan perlawanan dari Bani Abbas. Pada 5 Agustus 750 M, Marwan bin Muhammad terbunuh oleh Shalih Bin Ali.
Penyebaran Islam pada kekhalifahan Bani Umayyah meliputi wilayah Asia Kecil, yaitu kerajaan Romawi (Konstantinopel), Asia Utara sampai ke wilayah Spanyol, dan SelatJabal Tarik, hingga mencapai Asia Tengah sampai perbatasan Tiongkok (China).
Hal penting yang dicapai pada masa Bani Umayyah, yaitu:
a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi;
b. Mendirikan masjid Agung di Damaskus;
c. Membuat mata uang bertuliskan kalimat syahadat;
d. Mendirikan rumah sakit di berbagai wilayah;
e. Menyempurnakan peraturan pemerintah;
f. Melakukan pembukuan Hadits Nabi
Pada masa Daulah Bani Umayyah perkembangan kebudayaan mengalami kemajuan dan juga bidang seni, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni bangunan (Arsitektur).
1. Seni Bahasa
Kemajuan seni bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan bahasa. Sedangkan kemajuan bahasa mengikuti kemajuan bangsa. Pada masa Daulah Bani Umayyah kaum muslimin sudah mencapai kemajuan dalam berbagai bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Dengan sendirinya kosakata bahasa menjadi bertambah dengan kata-kata dan istilah –istilah baru yang tidak terdapat pada zaman sebelumnya.
Kota Basrah dan Kufah pada zaman itu merupakan pusat perkembangan ilmu dan sastra (adab). Di kedua kota itu orang-orang Arab muslim bertukar pikiran dalam diskusi-diskusi ilmiah dengan orang-orang dari bangsa yang telah mengalami kemajuan terlebih dahulu. Di kota itu pula banyak kaum muslimin yang aktif menyusun dan menuangkan karya mereka dalam berbagai bidang ilmu. Maka dengan demikian berkembanglah ilmu tata bahasa (Ilmu Nahwu dan sharaf) dan Ilmu Balaghah, serta banyak pula lahir-lahir penyair-penyair terkenal.
2. Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang pada zaman Daulah Bani Umayyah hanyalah seni ukir, seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan, seni ukir yang berkembang pesat pada zaman itu ialah penggunaan khat arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran.
Yang terkenal dan maju ialah seni ukir di dinding tembok. Banyak Al-Qur’an, Hadits Nabi dan rangkuman syair yang di pahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid, istana dan gedung-gedung.
3. Seni Suara
Perkembangan seni suara pada zaman pemerintahan Daulat Bani Umayyah yang terpenting ialah Qira’atul Qur’an, Qasidah, Musik dan lagu-lagu lainnya yang bertema cinta kasih.
4. Seni Bangunan (Arsitektur)
Seni bangunan atau Arsitektur pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah pada umumnya masih berpusat pada seni bangunan sipil, seperti bangunan kota Damaskus, kota Kairuwan, kota Al- Zahra. Adapun seni bangunan agama antara lain bangunan Masjid Damaskus dan Masjid Kairuwan, begitu juga seni bangunan yang terdapat pada benteng- benteng pertahanan masa itu.
Adapun kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, berkembangnya dilakukan dengan jalan memberikan dorongan atau motivasi dari para khalifah. Para khalifah selaku memberikan hadiah-hadiah cukup besar bagi para ulama, ilmuwan serta para seniman yang berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan di sediakan anggaran oleh negara, itulah sebabnya ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya.
Pusat penyebaran ilmu pengetahuan pada masa itu terdapat di masjid-masjid. Di masjid-masjid itulah terdapat kelompok belajar dengan masing-masing gurunya yang mengajar ilmu pengetahuan agama dan umum ilmu pengetahuan agama yang berkembang pada saat itu antara lain ialah, ilmu Qira’at, Tafsir, Hadits Fiqih, Nahwu, Balaqhah dan lain-lain. Ilmu tafsir pada masa itu belum mengalami perkembangan pesat sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah. Tafsir berkembang dari lisan ke lisan sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi yang sekaligus juga paman Nabiyang terkenal.
Untuk perkembangan ilmu Hadits sendiri terjadi setelah ditemukan banyak penyimpangan dan penyelewengan dalam meriwayatkan hadits atau setelah diketahui banyaknya hadits-hadits palsu yang dibuat oleh kelompok tertentu untuk kepentingan politik.
Karena itulah dirasakan adanya keperluan untuk menyusun buku hadits. Di antara para ahli Hadits (Muhaddits) yang terkenal masa itu ialah Muhammad bin Syihab A-Zuhri, beliau pula yang mula-mula menyusun ilmu hadits dan mula-mula membukukan perkataan, perbuatan, ketepatan ataupun sifat-sifat Nabi SAW yang disebut dengan hadits itu.
Mengenal Khulafaur Rasyidin, empat sahabat Nabi Muhammad
Di antara nama-nama sahabat Nabi Muhammad, terdapat 4 nama sahabat yang sangat populer karena keempatnya menjabat sebagai khalifah yang bergelar khulafaur rasyidin. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Keempat sahabat tersebut berhasil mempertahankan Islam sesuai ajaran Nabi Muhammad dan membawa Islam semakin dikenal di penjuru dunia.
Keempat sahabat nabi ini juga mendapatkan jaminan dari Nabi untuk masuk ke dalam surga. Untuk lebih jauh mengenal para sahabat nabi ini, kita akan melihat satu persatu baik dari asal usul maupun kehidupan dari para sahabat nabi ini. Semoga bisa menjadi teladan bagi kita semua.
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sahabat nabi yang menjadi khalifah pertama pengganti nabi adalah Abu Baka Ash Shidiq. Abu Bakar termasuk sahabat yang awal masuk Islam. Abu Bakar mendapatkan gelar Ash Shidiq karena beliau selalu membenarkan apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad.
Bahkan pada saat peristiwa Isra Mi’raj di mana sebagian orang yang sudah masuk Islam, menganggap bahwa peristiwa tersebut hanya karangan saja, Abu Bakar dengan tegas mengatakan bahwa dia percaya dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad.
Abu Bakar adalah sahabat nabi yang merupakan pedagan dan paling kaya sekaligus paling dermawan. Setelah masuk Islam, Abu Bakar tidak sungkan mengorbankan seluruh hartanya demi kepentingan Islam. Selain itu, Abu Bakar adalah sahabat Nabi yang mendampingi beliau saat hijrah ke Madinah.
Bukan hanya harta saja yang rela dikorbankan oleh Abu Bakar, tetapi juga nyawa karena perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah ini sangat beresiko dengan banyaknya kaum kafir Quraisy yang mencari orang-orang berhijrah tersebut dan tidak segan-segan untuk membunuh mereka.
Abu Bakar juga setia menemani Rasulullah ke manapun Raasulullah pergi. Dikisahkan, Nabi dan Abu Bakar sempat beristirahat di sebuah gua. Ketika itu, kafir Quraisy curiga pada gua tersebut. Abu Bakar sendiri ketakutan akan dilihat oleh kaum Quraisy yang mengejar mereka.
Tetapi setelah mendengar ucapan Rasulullah bahwa Allah bersama mereka, Abu Bakar langsung tenang. Atas izin Allah, seekor laba-laba membuat jaring di depan gua dan seekor burung menciptakan sarang sehingga kafir Quraisy tidak mengira di dalam gua tersebut ada Nabi dan Abu Bakar.
Setelah nabi wafat, Abu Bakar adalah orang yang paling lantang menyelamatkan Islam. Ia berkata, “Jika ada orang yang menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tapi, jika ada orang yang menyembah Allah, Allah tidak akan mati”.
Ucapan tersebut sangat berarti bagi muslim yang saat itu begitu terkejut mendengar berita wafatnya Nabi Muhammad. Karena Nabi Muhammad adalah figur teladan Islam, tentu saja sebagian orang tidak percaya bahwa Nabi Muhammad meninggal, termasuk Uma Bin Khattab sendiri yang sangat marah ketika ada orang yang mengabarkan bahwa Nabi Muhammad meninggal dunia.
Namun, setelah mendengar ucapan Abu Bakar tersebut, Umar Bin Khattab tersadar atas kesalahannya dan bisa menerima kematian Nabi Muhammad. Saat menjadi khalifah, Abu Bakar terkenal dengan ketegasannya menjalankan hukum Allah.
Umar Bin Khattab
Umar bin Khattab awalnya sangat membenci Nabi dan Al Quran. Untunglah, Umar mendapat hidayah saat mendengar adiknya membaca Al Quran. Umar termasuk sahabat yang temperamental, sekaligus sangat hebat dalam berperang.
Sebelum masuk Islam, Umar adalah sosok yang ditakuti oleh Nabi Muhammad dan pengikut Islam lainnya karena Umar adalah sosok yang tidak segan membunuh orang yang tidak disukainya. Bahkan, anak perempuannya sendiri rela dibunuh untuk menutupi aib karena mempunyai anak perempuan.
Namun, setelah Umar masuk Islam, kekuatan Islam pun bertambah. Orang-orang kafir Quraisy sedikit gentar dengan adanya Umar di pihak Nabi Muhammad. Bahkan, Umarlah yang menyuruh Nabi Muhammad untuk berdakwah dengan terang-terangan dan mengatakan dialah yang akan menjadi orang pertama yang melawan orang yang berani mengganggu Islam.
Walaupun keras, tetapi hati Umar sangat lembut dan tidak jarang menangis ketika mendengar ayat Al Quran. Apalagi ketika beliau mengingat perbuatan-perbuatannya sebelum masuk Islam yang sangat buruk.
Setelah Abu Bakar meninggal, Umar menggantikannya sebagai khalifah. Saat menjadi khalifah inilah, Umar tidak mau mengambil kekayaan sepeser pun. Umar juga tidak menggunakan istana sebagai tempat menjalankan pemerintahan.
Umar menggunakan bawah pohon kurma untuk mengatur pemerintahan dan sering turun langsung ke pemukiman penduduk untuk melihat kehidupan rakyatnya. Bahkan, ketika ada seorang ibu yang mengeluh bahwa pemimpin Islam tidak mau tahu pada kemiskinannya, Umar turun tangan langsung membantu sang ibu dengan cara membawa sendiri karung beras dari gudang penyimpanan negara.
Utsman Bin Affan
Utsman adalah sahabat Nabi yang kaya dalam usia muda, seperti halnya Abu Bakar. Utsman sangat beruntung karena bisa menikahi dua putri Rasulullah berturut-turut. Setelah Ruqoyah meninggal, beberapa waktu kemudian Utsman menikahi Ummu Kultsum.
Ustman adalah khalifah pengganti Umar. Pada masa pemerintahan Utsman, mulai terjadi korupsi yang dilakukan Muawiyyah, yang kelak mendirikan Dinasti Umayyah.
Kepemimpinan Utsman, secara umum, dibagi dalam dua periode. Enam tahun pertama, Utsman memimpin dengan gemilang. Akan tetapi, pada enam tahun kedua, dengan adanya korupsi dan nepotisme, pemerintahan Utsman dianggap tidak bersih.
Ali Bin Abi Thalib
Ali adalah sahabat nabi yang paling cerdas. Ia juga sangat hebat dalam berperang. Dikisahkan, pernah ada seorang yang bertarung melawan Ali dan pedang orang tersebut jatuh. Ali tidak langsung membunuhnya. Ali ingin bertarung dengan adil, menunggu orang tersebut mengambil pedangnya yang terjatuh, kemudian bertempur lagi.
Oleh karena itu, Ali mendapat gelar “Singa Allah” dan “Pangeran Orang Beriman”. Melalui Ali, garis keturunan Nabi dilanjutkan karena Ali menikahi Fatimah, putri kesayangan Nabi. Ali sendiri adalah anak dari paman Nabi yaitu Abi Thalib dan sejak kecil Ali sudah bersahabat dengan Rasulullah.
Sayangnya saat pemerintahan Ali ini terjadi pertempuran dan pemberontakan karena sebagian merasa bahwa pemerintahan Ali kurang adil. Ali terbunuh oleh golongan khawarij yang menyatakan bahwa mereka keluar dari dua kelompok yang berseteru dan mendirikan kelompok sendiri.
Pengikut Ali ini sangatlah loyal kepada Ali dan biasa disebut dengan golongan Syiah. Sayangnya, karena adanya kesalahan dalam pemahaman terhadap agama dan fanatisme yang berlebihan, golongan Syiah ini seolah menjadikan Ali sebagai nabi. Tentu hal ini sangat disayangkan karena Ali sendiri mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah nabinya.
Langganan:
Postingan (Atom)