KULLU.. Bermakna : "Setiap/Semua" atau "Sebagian" ???
Bahasan ini telah dan sepertinya akan terus menjadi perdebatan sepanjang sejarah Islam.. Ketila dijelaskan bahwa semua (kullu) bid'ah itu sesat berdasarkan dalil, maka akan begitu banya syubhat yang siap menentangnya..
"Bagaimana dengan ayat ini itu yang juga menggunakan lafadz "kullu" ??"
Demikianlah kurang lebih syubhat2 mereka.. Sebagai salah satu contoh syubhat yang selalu didengungkan oleh saudara- saudara kita para pecinta Bid'ah Hasanah adalah :
"Lafazh KULLUN tidak selalu dimaknai semua/setiap.
Dalilnya adalah surat Al-Baqoroh: 260, pada lafazh
" KULLI JABALIN ". Mereka biasanya mengambil dalil (baca : dalih) ini dari perkataan Imam Malik dalam Kitab Al- Iftiyyah..
Benarkah lafadz kullun tidak mesti bermakna semua/setiap ??
Bismillah... Berikut ini penjelasannya :
Ketahuilah bahwa lafazh KULLUN memiliki 2 bentuk :
1. KULLUN dengan makna Muqoyyad (terikat, terbatas)
2. KULLUN dengan makna Muthlaq (bebas, umum)
* KULLUN MUQOYYAD adalah lafazh Kullun yang dalam penggunaannya hanya mencakup semua hal/perkara yang masuk dalam konteks kalimat atau tema kalam (pembicaraan).
* KULLUN MUTHLAQ adalah lafazh Kullun yang mencakup semua hal/perkara tanpa pembatasan konteks kalimat atau tema kalam (pembicaraan).
Perhatikan contoh berikut :
# Contoh KULLUN MUQOYYAD :
Anda memiliki 5 mobil. Ibu Anda berpesan kepada Anda :
"SEMUA MOBIL harus selalu dijaga dan dirawat dengan baik"
Apakah lafazh SEMUA MOBIL (KULLU SAYYAAROTIN) pada kalam di atas mencakup SEMUA mobil yang ada di dunia ini secara mutlak tanpa pembatasan ????
Tentu saja TIDAK. Melainkan hanya mencakup SEMUA mobil yang dibatasi dalam konteks kalimat atau tema kalam, yaitu : SEMUA MOBIL yang Anda miliki..
# Contoh KULLUN MUTHLAQ :
Jika kita katakan :
"SEMUA MOBIL tentu membutuhkan sumber energi untuk bisa bergerak."
Apakah lafazh SEMUA MOBIL (KULLU SAYYAAROTIN) pada ucapan di atas mengandung makna pembatasan, yakni mobil-mobil tertentu saja ????
Atau justru mengandung makna pemutlakan dan bebas tanpa terikat oleh konteks kalimat atau tema kalam, yakni berlaku pada SEMUA mobil di dunia ini ????
Jawabannya tentu yang kedua, yakni mengandung makna pemutlakan tanpa terbatas pada konteks kalimat atau tema kalam..
Perhatikanlah !!!
Sama-sama memakai lafazh SEMUA MOBIL (KULLU SAYYAAROTIN). Tapi yang satu mengandung makna pembatasan ; dan yang lainnya mengandung makna pemutlakan.. Demikianlah lafazh KULLUN.. Memang ada yang Muqoyyad, ada pula yang Muthlaq..
Nah.. Cara mengetahui perbedaannya adalah : Dengan melihat konteks serta latar belakang kalimat yang diucapkan..
Dengan demikian.. Terkait dengan ayat 260 surat Al-Baqoroh : "Tsummaj'al 'alaa kulli jabalin minhunna juz'an..."
Maka : Lafazh KULLI JABALIN (semua gunung) pada ayat ini tentunya harus kita pahami sebagai Kullun Muqoyyad, tidak mungkin Kullu Muthlaq !!
Mengapa ????
Iya. Tentu. Karena yang dimaksudkan dengan "semua / setiap gunung" pada ayat tersebut adalah terbatas / terikat hanya pada SEMUA gunung- gunung yang dinaiki oleh Nabi Ibrahim 'alaihis salaam ketika itu, bukan semua gunung yang ada di dunia ini..
Karena, bagaimana mungkin Nabi Ibrahim akan meletakkan bagian-bagian burung yang sudah dipotong-potong di atas semua gunung di dunia ini ??? Tentu tidak mungkin..
Maka, sekali lagi, lafazh Kullun pada ayat tersebut adalah Kullun Muqoyyad..
Nah.. Sekarang bagaimana dengan lafazh Kullun yang ada pada hadits : "KULLU BID'ATIN dholaalah...." ?????
Maka, kita tentu memahami bahwa lafazh KULLU BID'ATIN (SEMUA BID'AH) di sini adalah Kullun Muthlaq, yang mengandung makna pemutlakan, bebas, umum, tanpa terikat oleh konteks kalimat atau tema pembicaraan, berlaku untuk semua bid'ah tanpa terkecuali..
Bagaimana kita bisa memahami bahwa lafazh KULLUN pada hadits tersebut adalah Kullun Muthlaq ????
Tentu saja dari konteks kalimatnya serta qorinah-qorinah (petunjuk) yang ada dan menyertainya, baik dari konteks kalimat itu sendiri, maupun dari dalil-dalil lain yang shahih, ataupun dengan realita yang ada.. Bukan sekedar akal-akalan dan atau berdasarkan menurut "hemat saya", menurut si dia, si itu, dst..
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada hadits tersebut tidak sedang membicarakan bid'ah-bid'ah tertentu (Muqoyyad), melainkan semua bid'ah (Muthlaq).
Ini juga terbukti dari pemahaman dan pengamalan para Shahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, serta para Ulama Ahlussunnah setelahnya ; yang sebagaimana kita ketahui, mereka semua sangat anti terhadap bid'ah dan selalu memperingatkan umat dari bahaya bid'ah..
Al-Khulaashoh :
Lafazh Kullun pada ayat 260 Al- Baqoroh dan hadits tersebut memiliki sisi yang berbeda.. Keduanya membutuhkan pemahaman yang berbeda.. Tidak boleh menjadikan ayat tersebut sebagai hujjah (argumen) untuk merubah makna Kullun dalam hadits tersebut menjadi makna Muqoyyad, karena jelas Kullun pada hadits itu dengan makna Muthlaq. Adapun keterangan Imam Malik rahimahullah dalam Kitabnya Al-Iftiyyah, tentunya itu Kullun dengan makna Muqoyyad. Buktinya, beliau adalah sosok Ulama yang sangat gigih memerangi bid'ah dan berpegang kuat dengan Sunnah..
Bahkan, salah satu ucapan beliau yang sangat terkenal adalah :
"Man ibtada'a fiddiini bid'atan wa roaahaa hasanatan, faqod za'ama anna Muhammadan khoonar risaalah"
(Barangsiapa yang berbuat satu bid'ah di dalam agama dan menganggapnya baik, maka sungguh dia telah menuduh bahwa Muhammad mengkhianati risalah).
Walhamdulillah...
[Taken from : Al Akh Agus Santosa Somantri Hafidzahullahu Ta'ala]
____________
Mungkin akan ada juga yang menyanggah penjelasan diatas dengan mengajukan pertanyaan begini :
" Lalu.. Gimana tuh ada yang bilang ada bid'ah dunia sama bid'ah agama ??? Katanya semua sesat ??? Hayooo.. ??? "
Saudaraku.. Perkara dunia tidaklah termasuk bid'ah dalam hadits tsb.. Walopun bisa dikatakan bid'ah, namun ini hanyalah sebatas penyebutan atau bahasa saja.. Sedangkan bid'ah yang dimaksud dalam hadits adalah perkara2 yang berkenaan dalam agama.. Sebagaimana dalam hadits :
" Barangsiapa membuat suatu perkara baru DALAM AGAMA kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak " (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihatkan.. Yang dimaksud adalah dalam perkara agama, bukan perkara dunia.. Sedangkan secara bahasa bid’ah adalah segala sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya. Jadi, inovasi2 dalam hal dunia semisal : Pesawat, HP, laptop, dll yang buanyak sekali di zaman sekarang ini walo bisa disebut bid'ah karena memang belum ada (diciptakan) sebelumnya, tapi ini adalah bid’ah secara bahasa, tidak bisa dikatakan sesat sebagaimana bid'ah dalam agama. Dan Rasulullah pun telah menjelaskan bolehnya berkreasi dalam perkara dunia, sabda Beliau : "..kamu lebih tahu tentang duniamu.." Coba pahami dulu penjelasan detailnya disini : http://khansa.heck.in/
Clear ???
______________
Mungkin kemudian ada yang menyanggah lagi :
"Halaaaah.. Kamu ini anak kemaren sore, tau apa tentang ayat dan hadits ??!! Para Ulama'lah yang paling ngerti, jangan memahami ayat dan hadits seenak perutmu ya !!"
Kita katakan :
Sangat.. Sangat.. Sangat setuju dengan "sanggahan" tsb !!
Memahami agama dengan seenaknya sendiri tentulah akan bikin kacau segala urusan.. Maka dari itu, merujuk pada para ulama'lah seharusnya yang kita lalukan, terutama para ulama pada masa generasi terbaik Islam..
Perhatikan ini :
Dari ‘Aisyah berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
"Barangsiapa yang mengada-adakan (sesuatu yang baru) dalam urusan (agama) kami ini, apa-apa yang tidak ada darinya (tidak kami perintahkan, pent.) maka ia tertolak." (HR. Al-Bukhariy no.2697 dan Muslim no.1718)
Bagaimana penjelasan para Ulama' mengenai hadits tsb ??? Maka berkatalah Asy-Syaukaniy rahimahullah :
"Hadits ini termasuk qa’idah - qa’idah agama, karena termuat di dalamnya banyak hukum yang tidak bisa dibatasi. Betapa jelas sumber dalil untuk membatalkan ahli fiqh yang berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi beberapa bagian, dan penolakan mereka secara khusus tentang sebagian di dalamnya, sementara tidak ada pengkhususan (yang dapat diterima) baik dari dalil ‘aqli (logika) maupun naqli (dari Al-Qur`an & As-Sunnah, pent.). (Nailul Authaar 2/69)
Perhatikan pula apa kata para Ulama' Ahlu sunnah mengenai hadits "..kullu bid'atin dholaalah.."
Berkata Ibnu Rajab :
"Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : "(Kullu bid’atin dholaalah = semua bid’ah adalah sesat)" merupakan kata (qa’idah) yang menyeluruh dan tidak ada pengecualian sedikitpun (dengan mengatakan, "Ada Bid’ah Hasanah", pent.) dan merupakan dasar yang agung dari dasar-dasar agama." (Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih hal.549)
Ibnu Hajar Asqolaniy, seorang Ulama besar bermadzhab Syafi'i, beliau rahimahullah menjelaskan :
"Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : "(Kullu bid’atin dholaalah = semua bid’ah adalah sesat)" merupakan qa’idah syar’iyyah yang menyeluruh baik lafazh maupun maknanya. Adapun lafazhnya, seolah-olah mengatakan : "Ini hukumnya bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat."
"Maka, bid’ah tidak termasuk bagian dari syari’at, karena semua syari’at adalah petunjuk (bukan kesesatan, pent.), apabila telah tetap bahwa hukum yang disebut itu adalah bid’ah, maka berlakulah "semua bid’ah adalah sesat" baik secara lafazh maupun maknanya, dan inilah yang dimaksud."
[Fathul Baary 13/254].
Masih belum puas dengan pendapat para Ulama' ??? Masih meragukan penjelasan para Ulama' ????
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu yang telah dijamin masuk Surga berkata :
"Setiap bid'ah adalah sesat, MESKIPUN MANUSIA MEMANDANGNYA BAIK." [Diriwayatkan oleh Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah (no. 126), Ibnu Baththah dalam Ibanah (no. 205), Al-Baihaqi dalam Madkhal Ila Sunan (no. 191), dan Ibnu Nashr dalam As-Sunnah (no. 70), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ahkam Janaiz (hlm. 258). Lihat Ilmu Ushul Bida', Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi hafizhahullah dan Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah]
Simak juga perkataan dari sahabat yang mulya Abdullah bin Mas’ud, beliau radhiyallaahu’anhu telah berkata :
“Ikutilah (tuntunan Rasulullah), dan jangan kalian berbuat bid’ah, sungguh telah cukup bagi kalian, dan semua bid’ah adalah sesat.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah no 175 (1/327, 328), dan Al Lalika’I no. 104 (1/86).
Belum lagi ditambah dengan sederet hadits shahih yang mendukung perkataan para sahabat dan para ulama tsb...
Nah... Sekarang....
Mau ikut perkataan para manusia yang berpendapat tidak semua (hanya sebagian saja) bid'ah sesat dan ada bid'ah yang dihasanahkan ??? Yang mana manusia2 tsb sama sekali tidak mendapat jaminan masuk Surga. Silakan...
Atau....
Mau ikut perkataan Sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sudah dijamin masuk Surga ???? Silakan...
Tidak ada paksaan dalam Islam...
Semua kembali kepada pilihan masing-masing...
Toh, setiap dari kita akan mempertanggungjawabkan apa yang dipilih dan diikutinya...
Satu hal yang harus diingat, bahwa Allah Ta'ala telah memperingatkan :
Walaataqfu maalaysa laka bihi 'ilmun inna ssam'a walbashara walfu-aada kullu ulaa-ika kaana 'anhu mas-uulaa
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya." (Al-Isra’: 36)
Semoga Allah memberikan hidayah pada kita semua..
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=12&cad=rja&uact=8&ved=0CB8QFjABOAo&url=http%3A%2F%2Fmoslemsunnah.wordpress.com%2F2010%2F02%2F15%2Fperingatan-maulid-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-menurut-syariat-islam%2F&ei=FfyZVOLtMomLuAS1pIDYCQ&usg=AFQjCNF0_FVfT5ityelk3OIixQj66k5rvg&sig2=xrc1H77452oiYA7Qc-s5-g
BalasHapus